Thursday, October 14, 2010

Pelangi Untuk Kano

"Sini gw bisikkan cinta", tawar Kano. Aku terperanjat seketika. Aku tahu dia bergurau, sama seperti biasanya.
Tapi untuk hari ini, aku tak bisa melihat kebohongan di matanya.

***
Danau UI, Depok, 03 Oktober 2010

"Yuk, liat pelangi dari atap kosan gw. Siapa tau aja hujan kali ini bawa pelangi cinta buat kita", ajak Kano.
"Gak ah. Males. Akhir-akhir ini pelangi gak pernah muncul", balasku.

Ya, aku sangat menyukai pelangi 2 tahun belakangan ini. Pelangilah yang memperkenalkanku pada sesosok lelaki berumur 8 tahun diatasku. Setiap aku melihat pelangi, bayangan lelaki itu selalu ada.
Dan sekarang disaat aku ingin melupakan lelaki itu dan juga pelangi yang pernah ia bawa ke dalam hidupku, Kano, sahabat baruku, mengingatkanku pada mereka.

"Kenapa sih lo benci sama pelangi? Pelangi itu indah. Semua warna ada di pelangi. Gw heran deh sama lo", tanya Kano.
"Hei, gw gak pernah bilang benci pelangi ya! Gw cuma lagi gak pengen liat pelangi aja. Ngerti?", jawabku.

Kano.. Seandainya kamu tahu, dulu aku sangat menyukai pelangi. Pelangi yang sudah memberikan warna dalam hidupku. Pelangi yang tiba-tiba memperkenalkanku pada lelaki itu. Pelangi yang mengajarkanku untuk terus bertahan dalam keadaan apapun.

***
Lelaki bernama Kano itu kukenal dari perbincangan secara tak sengaja di stasiun UI Depok. Lelaki yang cukup tampan. Rambutnya lurus terawat, memakai kacamata, dan selalu membawa buku sketsa dalam tasnya.

Seperti biasa jika aku ingin bepergian sendiri ke daerah Tebet, rumah calon kakak iparku, aku selalu menggunakan transportasi kereta api. Entah sudah berapa kali aku melewatkan kereta ekonomi AC yang harusnya aku tumpangi.

"Yaah, ketinggalan deh", kataku memelas.
"Hahahaha kirain mbak gak naik ekonomi AC. Habisnya tadi ada pengumuman eko-AC sebentar lagi datang, eh mbak malah asik main sama ‎Blackberry-nya. Hahahaha", kata lelaki disampingku.
"Hehe iya nih, mas. Saya gak dengerin daritadi. Haduh.. Kira-kira kereta berikutnya jam berapa ya?", tanyaku. "Ooh bentar lagi kok, mbak. Ntar saya juga naik yang berikutnya. Mau kemana emangnya, mbak?", tanya lelaki itu.
"Saya mau ke daerah Tebet. Kalau mas mau kemana?", kataku. "Saya ke kota. Oh iya, namanya siapa? Masa kita udah ngobrol panjang lebar tapi gak tau namanya. Kalo perlu pin ‎Blackberry-nya juga ya? Haha", canda lelaki itu. "Nama saya Rain. Pin ? ‎Blackberry pinjaman ini, mas. Hahahaha. Kalo mas namanya siapa?", tanyaku. "Rain? Hujan? Nama yang indah. Sepertinya kita seumuran ya? Nama gw Kano.", jawabnya.

Selama 2 tahun aku menimba ilmu di kota Belimbing ini, aku sangat berhati-hati untuk berbicara dengan orang yang tak kukenal, apalagi jika berbicara dengan orang asing di stasiun. Tapi entah mengapa lelaki ini membuatku tertarik untuk terus berbincang dengannya.

Dari perbincangan di stasiun itulah akhirnya kami menjadi dekat. Aku sangat menyukai namanya. Kano. Sangat unik, seperti namaku.
Kano seorang mahasiswa semester 7 jurusan Sastra Inggris di Universitas Indonesia. Dia sangat menyukai seni. Kemanapun dia bepergian, dia selalu membawa buku sketsanya.
Kano seorang pria yang berbeda di mataku. Pria yang smart, menyukai seni, dan yang terpenting sangat mencintai pelangi.

Suatu hari aku pernah bertanya padanya,"Kano, lo kok suka banget sama pelangi? Emang punya masa lalu tentang pelangi ya? Lo kan cowok, jarang loh cowok suka pelangi kayak lo."
"Yee emang cowok gak boleh suka pelangi? Pelangi itu seni, ndut. Pelangi itu goresan indah yang dibuat Tuhan untuk dikagumi dan dipelajari. Pelangi itu udah kayak keluarga kedua gw, ndut", cerita Kano.
"Ya gpp sih cowok suka pelangi. Gak salah kok. Gw juga pernah denger kata-kata seperti lo tentang pelangi. Pelangi itu gak pernah ada ujungnya, karena ujungnya ada di hati kita masing-masing. Terus kenapa pelangi bisa jadi keluarga kedua lo? Lo gak pernah cerita tentang keluarga lo ke gw. Cerita dong, Kano.", pintaku.
"Nanti aja ya, ndut. Gw mau curhat dulu sama pelangi cinta gw.", jawab Kano.

Sudah 2 bulan sejak perkenalan kami di stasiun, dia tak pernah bercerita sedikitpun tentang keluarganya. Dan aku pun tak pernah menanyakannya. Walaupun baru 2 bulan, tapi aku bisa merasakan ada sesuatu yang disembunyikan Kano dariku. Tentang dirinya dan keluarganya. Dia seorang yang supel dan pintar. Teman-teman di kampus dan diluar kampusnya pun cukup banyak. Dan aku tahu itu. Tapi aku tak tahu sedikitpun tentang keluarganya.
Sungguh lelaki yang misterius.
Yang ku tahu dia sayang padaku, seperti layaknya kakak menyayangi adiknya. Dia pun memanggilku dengan sebutan "ndut". Pernah aku sewot padanya karena memanggilku "ndut". Tapi Kano malah menghiburku dengan berkata, "Gw manggil lo "ndut", karena lo itu emang ndut. Lo cantik dengan cara lo sendiri. Gw ga peduli lo itu gendut atau kurus, lo tetap pelangi cinta gw".

***
Hujan kali ini, membuatku tak bisa kemana-mana. Tadinya aku berniat pergi ke perpustakaan kampusku, untuk menyelesaikan laporan kerja praktekku selama liburan semester 4 kemarin. Tapi hujan yang dibarengi dengan petir ini mengurungkan niatku. Lebih baik aku menyelesaikan di rumah saja pikirku.

Tiba-tiba sms dari handphone ku berbunyi. Lalu kulihat siapa pengirimnya.

1 new message
Perahu Kano

Hoi, ndut. Lg apa?? Ujan nih. Liat pelangi dari atap kosan gw yuk! Gw tunggu abis ujan ya. Ga dateng, gw kempesin kaya balon lo! :D
Nb: gw punya cerita pelangi buat lo.

Aku pun membalas sms darinya..

Woo maksaaa! Kano, gw males keluar nih. Ujannya deres banget mana bonus petir lagi -.-
Lo mau cerita apaan lagi tentang pelangi? Awas aja ya kalo gak seru! Tunggu abis ujan yee..

Setengah jam kemudian hujan pun reda. Aku terburu-buru menyalakan motor. Sebenarnya aku penasaran dengan sms Kano yang berjanji akan menceritakan tentang pelangi.
Feelingku kali ini, Kano akan menceritakan pelangi yang dirahasiakannya selama ini. Pelangi yang ada disaat dia bahagia, sedih, kesal, kecewa, dan bangga.

***
"Ndut, lama banget lo baru datang. Ujannya udah reda dari setengah jam yang lalu kali. Untung pelanginya mau nungguin lo. Buruan naik yuk!", sapa Kano ketika aku baru sampai di depan kosannya.
"Iyee bentar. Bawel banget sih lo hari ini. Lo duluan keatas gih, ntar gw nyusul.", kataku.

Ketika aku naik keatas, aku melihat Kano sedang menggambar pelangi di buku sketsanya. Gambar yang menurutku selalu sama disetiap lembar buku sketsanya. Tapi entah mengapa Kano selalu mengabadikan pelangi yang selalu muncul sehabis hujan.
Aku langsung duduk tanpa berbicara disampingnya. Dia sedang asyik menggambar pelangi cintanya.

"Ndut, hari ini gw gambar pelangi bonus lo yee.", pintanya.
"Ogah deh. Nge-lukis gw itu mahal. Lukisan gw itu bernilai setara lukisan Monalisa. Sanggup lo bayar gw?", tantangku pada Kano.
"Haha kayak lo tau aja semahal apa lukisan Monalisa? Udah deh buat hari ini doang gw nge-lukis lo. Biasanya juga kan lo minta gw lukisin, tapi gw nya yang males. Hahahaha. Buruan!", tukas Kano.
Aku berfikir sesaat, kemudian berkata,"Oke, lo boleh lukis gw sama pelangi lo. Tapi ada syaratnya."
"Apaan?", tanyanya.
"Lo nge-lukis gw sambil jawab pertanyaan dari gw. Deal?", tanyaku.
"Teserah lo deh.", jawabnya.

Kano mulai melukisku dengan background pelangi. Aku sangat suka ketika melihat wajah seriusnya dalam melukis. Tak ada lelucon, yang ada hanya kekuatan dan kekosongan.
Aku pun mulai bertanya padanya, "Can you tell me about yourself and your family?"
"Haha sure. I'm Kano. 21 years old. From Jakarta. Still don't have girlfriend, because of you. And I don't have family again. But I still have God, you as my rain, and rainbow.", jawab Kano.
Aku terperanjat seketika. Tidak mempunyai keluarga lagi? Kemana keluarganya?
"Oke, pertanyaan selanjutnya. Emang keluarga lo kemana?", tanyaku kemudian.
"Mereka sudah bahagia di alam sana. Dan mereka selalu ada disana", jawabnya sambil menunjuk pelangi didepan kami.
Aku semakin tak mengerti. "Ceritain apa yang terjadi sama keluarga lo. Lo bisa lanjutin nge-lukis gw ntar.", pintaku.

"Dua tahun yang lalu, gw masih punya keluarga yang lengkap. Nyokap, bokap, adik kembar cewek yang lucu, gw sayang banget sama mereka.
Nyokap dan bokap gw suka banget travelling, tapi gak dengan gw. Gw lebih suka di rumah, nge-lukis apapun yang ada didepan mata gw.
Hari itu bokap mengajak keluarga gw liburan ke Bali dengan mengendarai mobil dari Jakarta. Gw nolak abis-abisan, karena gw merasa itu rencana yang konyol. Apalagi dengan membawa adik kembar gw yang masih kelas 2 SD. Belum lagi dengan perjalanan yang bakal memakan waktu 3 hari.
Gw gak ikutan buat kesekian kalinya. Padahal nyokap sama adik kembar gw udah ngajakin supaya gw mau ikutan. Tapi gw berkilah, gw bilang ke mereka gw ada tugas observasi dari kampus yang gak bisa gw tinggalin. Akhirnya mereka liburan tanpa gw.
Di hari kedua perjalanan mereka, perasaan gw mulai gak enak. Di Jakarta hujan turun cukup deras. Gw berkali-kali nelfonin nyokap, buat mastiin mereka baik-baik aja. Dan meminta mereka buat berhenti mengendarai mobil kalau lagi hujan deras. Nyokap gw bilang disana hujannya gak deras-deras banget. Jadi mereka tetap lanjutin perjalanan.
Bokap gw emang cukup keras kepala buat melanjutkan perjalanan dalam keadaan cuaca yang buruk.
Akhirnya daripada gw stres, gw mulai melukis. Gw nge-lukis hujan yang turun didepan jendela kamar gw. Dua jam kemudian hujannya reda, dan ada pelangi yang muncul. Gw naik ke atap rumah buat ngelukis pelangi. Tiba-tiba gw nge-lukis pelangi yang diatasnya ada gambar keluarga gw. Itu gw lakuin dibawah alam sadar gw.
Sejam kemudian gw dapat kabar, keluarga gw kecelakaan mobil. Mobil yang mereka kendarai tergelincir masuk jurang disaat hujan. Tak ada yang selamat.", cerita Kano panjang lebar.

Tanpa terasa aku mulai menangis. Harus kehilangan seluruh anggota keluarga yang dicintai dengan cara yang tragis sekali.
"Maaf, Kano.. Gw turut berduka atas apa yang udah terjadi sama keluarga lo. Dan sekali lagi maaf, gw udah minta lo buat cerita. Gw gak bermaksud buat mengingatkan lo sama kejadian itu.", isakku.
"Gpp kok, ndut. Hidup itu harus tetap berjalan. Dengan atau tanpa orang yang kita sayangi. Tapi ingat, orang yang kita sayangi itu selalu ada didekat kita. Mereka selalu mendukung kita dari jauh.", kata Kano.
"Mungkin ini pertanyaan bodoh dari gw. Apa lo merasa menyesal dengan kejadian yang menimpa keluarga lo?", tanyaku ragu.
"Sejujurnya ya, sangat sangat menyesal. Seharusnya gw bisa mencegah bokap buat gak pergi. Tapi itulah takdir. Sudah ada yang menentukan. Sudah jalannya keluarga gw pergi untuk selamanya hari itu.", jawabnya tegas.
"Dan bukannya seharusnya lo benci hujan atau pelangi? Tapi lo bersikap sebaliknya, Kano.",tanyaku.
"Buat apa gw benci hujan atau pelangi? Itu bukan salah mereka. Gw malah merasa keluarga gw selalu berada dekat dengan gw disaat hujan, terutama disaat pelangi muncul. Karena disaat pelangi muncul, gw merasa ada nyokap, bokap, dan adik kembar gw sedang tersenyum pada gw. Itu alasan kenapa gw bilang pelangi itu cinta dan sebagai rumah kedua gw.", jelas Kano.

Bersambung..

No comments:

Post a Comment